Jatisari First Blood Reloaded Raih Penghargaan Film Terbaik FFI Darmajaya 2012

“Pada 27 Oktober 1983, Sersan Rebo sedang mencari sesuatu di hutan Jatisari Lampung Selatan, Indonesia. Sersan Rebo dibantu alat penunjuk arah yakni kompas, menerobos hutan tropis yang lebat. Dia pun sampai di hamparan ladang yang luas. Sersan Rebo melihat sekeliling dan sesekali memperhatikan arah kompasnya. Kemudian, dia berjalan sambil tetap fokus menatap kompasnya. Tiba-tiba “Brakkkkk!!!” Dia menabrak Kepala Gengster Asli Pedalaman Jatisari….”

Itulah penggalan cerita film indie bertajuk Jatisari First Blood Reloaded (JFBR) bergenre action-comedy yang memikat sutradara nasional Ifa Isfansyah hingga memenangkan film tersebut sebagai film terbaik Festival Film Indie (FFI) Institute Business and Informatics (IBI) Darmajaya 2012 yang digelar 1 Februari – 5 Mei 2012.

Sutradara “Garuda di Dadaku” dan “Sang Penari” ini beralasan JFBR adalah film baik. Sangking bagusnya, menantu sutradara senior Garin Nugroho ini justru speechless. “Good movie is a good movie. Justru ketika bagus, saya tidak bisa berkomentar banyak, bagusnya karena teknik kameranya atau bagaimana. Bagus, ya, bagus saja,” terangnya.

Ifa pun mendukung gelaran Festival Film Indie terbesar di Lampung yang diusung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Darmajaya Computer Film Club (DCFC) IBI Darmajaya ini setiap tahunnya. Terlebih, genre film pada FFI tahun keempat ini cukup beragam. Mulai dari genre action, komedi, nasionalis, lingkungan, hingga romantis. “Filmnya beragam. Artinya, ada film-film yang di luar dugaan saya seperti Jatisari (JFBR), saya tidak membayangkan bisa menonton film yang sebagus itu,” ujar sutradara terbaik Festival Film Indonesia 2011.

Hal senada disampaikan Aji Aditya, dewan juri lainnya. Pengamat film sekaligus founder www.zoomfilmlampung.com ini mengatakan FFI IBI Darmajaya semakin baik setiap tahunnya. Dengan keberagaman tema, para peserta pun berani bermain di luar jalur yang ada. “Film yang digarap bukan lagi film drama atau horor. Penggarapan film dilakukan dengan serius, mengeditnya sudah benar, menggunakan peralatan kamera yang sudah bagus, ide cerita tidak standard. Inilah film indie yang diharapkan, sehingga bukan sinetron-minded,” paparnya.

Tidak jauh berbeda dengan produser JFBR Ahmad Suhardi. Menurutnya, FFI IBI Darmajaya merupakan ajang menyalurkan hobi para movie maker Lampung untuk berkompetisi dan menyajikan film-film terbaik mereka setiap tahunnya.  ”Saya yakin banyak movie maker Lampung yang mampu membuat film bagus. Dengan adanya FFI ini, film-film mereka bisa keluar dari persembunyiannya untuk ditunjukkan ke seluruh warga Lampung, seluruh Indonesia, dan dunia melalui www.youtube.com,” ujar peraih award FFI IBI Darmajaya 2012 kategori aktor terbaik.

Terkait prestasinya sebagai aktor terbaik, Ahmad Suhardi mengaku tidak mengira sama sekali sebelumnya. Itu karena niat awal mengikuti festival adalah sebagai proses pembelajaran dalam pembuatan film. “Jujur saja, niat awal kami ikut festival hanya ingin belajar. Saya sempat shock nggak mengira banget menjadi aktor terbaik, lebih kaget lagi meraih film terbaik, karena saya orang kampung. Empat piala yang kami dapat di FFI Darmajaya (DJ) 2012 adalah efek positif dari niat belajar kami,” ujar penggemar film kartun Shaun The Sheep ini seraya tersenyum. Adapun empat piala yang diraih film indie JFBR yang berdurasi sekitar 10 menit ini diantaranya, Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Sirojuddin), Editor Terbaik (Beny Baskoro Jatisari & Sirojuddin), dan Aktor Terbaik (Ahmad Suhardi). JFBR merupakan sekuel dari film indie Jatisari First Blood.

Karyawan swasta yang berdomisili di Dusun V Jatisari Desa Jatimulyo Kecamatan Jati Agung                                   Lampung Selatan ini pun berharap film JFBR bisa dinikmati tidak hanya masyarakat Lampung tapi juga Indonesia, bahkan dunia. Untuk itu, dia pun mengunduhnya ke situs youtube yang beralamatkan http://www.youtube.com/watch?v=PQ_P2wkjdUA dan media jejaring sosial. ”Saya bermimpi suatu saat film tersebut dapat diangkat menjadi layar lebar dan kami mendapatkan berkah dari film tersebut,” harap Ahmad yang sudah menyiapkan skenario film indie ketiga dari Jatisari berjudul Jatisari First Blood Revolution. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *